Katarak Serang Kalangan Usia Produktif Penyandang Miopia Tinggi

  22 Mar 2022

  5,882 Views

Share
Katarak Serang Kalangan Usia Produktif Penyandang Miopia Tinggi

Studi Terbaru JEC

Katarak Serang Kalangan Usia Produktif Penyandang Miopia Tinggi 

Implantasi Capsular Tension Ring (CTR) untuk Tindakan Lebih Presisi dan  Optimalkan Penglihatan Pasien

  • PERDAMI: sekitar 1,3 juta orang alami kebutaan akibat katarak  
  • Dalam 3 tahun terakhir, JEC tangani 50,000 tindakan operasi katarak 
  • Penyandang miopia tinggi berpotensi berubah menjadi katarak pada usia lebih dini
  • Penderita katarak dengan miopia tinggi memiliki tantangan untuk melakukan operasi metode fakoemulsifikasidikarenakan dapat terjadinya risiko ketidakstabilan area nozula
  • Spesialis mata dari JEC, DR. Dr. Vidyapati Mangunkusumo, SpM(K), menggagas penelitian "Peran Capsular Tension Ring Pada Populasi Miopia Tinggi yang Menjalani Fakoemulsifikasi Terhadap Optimalisasi Penglihatan dan Efisiensi Menjaga Kestabilan Area Zonula"; mengantarkannya raih gelar Doktor dari Universitas Gadjah Mada

Jakarta, 16 Maret 2022 – Katarak masih menjadi penyebab utama kebutaan di seluruh dunia. Secara global, dari 1,1 miliar orang dengan gangguan penglihatan, sekitar 100 juta orang menyandang katarak (17 juta di antaranya sampai alami kebutaan).[1] Sementara di Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) menyebut bahwa pada 2017 terdapat 8 juta orang dengan gangguan penglihatan (termasuk 1,6 juta kasus kebutaan). Dari angka kebutaan tersebut, sekitar 1,3 juta atau 81,2 persen diakibatkan oleh katarak.[2]

 

Selain dampak kesehatan, gangguan penglihatan berpengaruh besar pada ekonomi. Analisis Lancet Global HealthCommissionon Global EyeHealth mendapati bahwa gangguan penglihatan menyebabkan kerugian produktivitas setara USD 410.7 miliar per tahun.[3]

 
“Individu dengan gangguan penglihatan, apalagi yang buta, lebih berisiko kehilangan kesempatan untuk bekerja dan menjalankan aktivitas ekonomi. Tak hanya itu, mereka juga bisa terkendala dalam membaca dan belajar, sampai risiko yang fatal karena kesulitan berkendara. Karenanya, kesehatan mata sangat relevan dan berpengaruh kuat dalam perwujudan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan PBB. Untuk mendukung itu, ketersediaan layanan kesehatan mata yang memadai dan mumpuni sangatlah krusial. Tak kalah penting, perkembangan keilmuan secara terus menerus guna meningkatkan kualitas penanganan terhadap gangguan penglihatan, khususnya di Indonesia,” papar DR. Dr. Vidyapati Mangunkusumo, SpM(K)Spesialis Mata Subspesialis Bedah Katarak & Refraktif JEC Eye Hospitals &Clinics.
 
Sebagai penyebab utama kebutaan, penanganan katarak juga mesti terus dikembangkan. Selama ini, metode fakoemulsifikasi menjadi tindakan operasi yang umum diterapkan pada penderita katarak. Prosedur operasi ini dinilai lebih aman dan dianggap sebagai goldstandard karena hanya membutuhkan luka sayatan kecil dengan waktu penyembuhan yang lebih cepat. Namun, metode fakoemulsifikasi ternyata memberikan tantangan pada pasien katarak yang menyandang miopia/rabun jauh tinggi; yaitu risiko ketidakstabilan area zonula mata. Zonula merupakan jangkar transparan dan elastis yang menghubungkan ekuator lensa dengan badan silier dan retina bagian siliaris.
 
Memahami situasi itu, DR. Dr. Vidyapati Mangunkusumo, SpM(K) menggagas pendekatan baru untuk tindakan operasi katarak dengan menggunakan implantasi Capsular Bag Tension Ring (CTR). Penelitian ini tertuang dalam disertasi "Peran Capsular Tension Ring Pada Populasi Miopia Tinggi yang Menjalani Fakoemulsifikasi Terhadap Optimalisasi Penglihatan dan Efisiensi Menjaga Kestabilan Area Zonula’. Penelitian berlangsung mulai Mei 2019 hingga Juni 2020 dengan melibatkan 51 subjek.
 
“Penelitian ini bertujuan memberikan solusi bagi penderita katarak dengan miopia tinggi agar memiliki opsi tindakan penanganan yang lebih presisi dan aman. Terlebih pasien dengan miopia tinggi memiliki prevalensi 62% menjadi katarak pada usia lebih dini, bahkan dalam rentang masa produktif. Dengan penanaman CTR yang tepat, pasien dapat terbebas dari penyakit katarak dan penglihatannya kembali optimal. Dengan demikian  pasien dapat kembali mandiri dan produktif,” papar  DR. Dr. Vidyapati Mangunkusumo, SpM(K).
 
Pemaparan hasil penelitian secara rasional, sistematis dan empiris pada Ujian Terbuka, Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang berlangsung hari ini secara virtual, mengantarkan DR. Dr. Vidyapati Mangunkusumo, SpM(K) meraih gelar Doktor.  
 
Concern terhadap penanganan katarak di Indonesia juga mendorong JEC selaku eye care leader untuk menghadirkan layanan yang dapat diandalkan. JEC melalui fasilitas JEC Cataract & Refractive Surgery Service sejak 1984 yang menghadirkan layanan komprehensif dan modern bagi pasien katarak, mulai tahapan edukasi dan konsultasi, diagnostik, serta tindakan medis hingga bedah. Tak hanya didukung teknologi yang mutakhir, JEC Cataract & Refractive Surgery Service diperkuat 31 dokter spesialis katarak dan tenaga medis mumpuni. JEC sendiri dalam 3 tahun terakhir telah menangani sekitar 50,000 tindakan operasi katarak. 
 
“Selama 38 tahun JEC Eye Hospitals and Clinics terus melakukan improvement layanan Kesehatan mata. Kami terus mengembangkan layanan berdasarkan temuan-temuan terbaru berbasis sains yang progresif untuk memberi solusi pada tantangan yang tengah dihadapi masyarakat Indonesia. Bersama jajaran praktisi yang mumpuni, seperti DR. Dr. Vidyapati Mangunkusumo, SpM(K), JEC optimis mampu melanjutkan kontribusi kami pada dunia kesehatan mata di Tanah Air,” ujar Mubadiyah, S.Psi, MM selaku Kepala Divisi Markom JEC Eye Hospitals and Clinics

 


[1] The International AgencyforthePreventionofBlindness (IAPB): “NumberAffectedby Vision Loss, Global” (2020); https://www.iapb.org/learn/vision-atlas/causes-of-vision-loss/

[2]Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: “Katarak Penyebab Terbanyak Gangguan Penglihatan di Indonesia” (2021);  https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20211012/5738714/katarak-penyebab-terbanyak-gangguan-penglihatan-di-indonesia/

[3]The Lancet Global HealthCommissionon Global EyeHealth: “Vision Beyond 2020” (2021); https://www.thelancet.com/journals/langlo/article/PIIS2214-109X(20)30488-5/fulltext

icon-doctor